Archive for April, 2019

siapa itu teroris

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan arti teroris sebagai orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik. Sebagai penduduk Indonesia, kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan kata ini. Apalagi sejak terjadinya Bom Bali 1 tahun 2002 silam. Hingga kini, kata tersebut selalu berseliweran jika ada kejadian yang melibatkan kata yang lain, yaitu ‘bom’.

Namun, dengan pengalaman bersinggungan dengan teroris atau terorisme yang sudah lebih dari 17 tahun ini, tampaknya masyarakat masih saja salah kaprah soal siapa teroris itu. Salah kaprah yang dimaksud adalah masih banyaknya upaya untuk memprofilkan teroris atau mencoba mengira-ngira seperti apakah seorang teroris itu.

Mari kita tengok sejenak apa kata John Horgan, seorang Prosfesor Psikologi yang banyak menulis dan mengkaji soal terorisme. Lewat salah satu jurnal yang sempat dia tulis, ‘From Profiles to Pathways and Root to Routes: Perspectives from Psychology on Radicalization into Terorrism’, Profesor asal Amerika ini pernah mengatakan bahwa sampai saat ini belum ditemukan satu profil teroris. Bahkan upaya untuk melakukan profil pada mereka yang dianggap teroris dari kelompok yang berbeda ataupun di dalam kelompok yang sama, justru belum menemukan hasil.

Pesan dari jurnal yang sudah dituliskan beberapa tahun lalu itu adalah, masyarakat sebaiknya tidak cepat-cepat menuduh kelompok yang menganut pandangan agama tertentu, atau berpakaian dengan gaya tertentu, atau bahkan langsung merujuk pada etnis tertentu. Meskipun mungkin teror yang terjadi melibatkan orang-orang dengan gaya berpakaian tertentu atau dari agama tertentu, belum tentu seluruh orang dengan gaya dan agama yang sama memiliki tendensi yang sama untuk menjadi teroris.

Jonathan Rae dalam jurnalnya yang berjudul ‘Will it Ever be Possible to Profile the Terrosit?’ menyebutkan bahwa membuat profil terhadap seorang teroris itu akan berakhir pada sebuah kegagalan, terutama ketika hanya melihat atau menilai dari satu aspek saja. Meskipun demikan, Jonathan juga meragukan jika profil dilakukan dengan melihat berbagai aspek atau multi-dimensi akan menemui keberhasilan. Sebab, menambahkan aspek-aspek lain dalam membuat profil teroris juga akan semakin melebarkan tuduhan-tuduhan pada kelompok masyarakat yang masuk dalam aspek tersebut.

Profil seorang teroris memang masih penting dan selalu menjadi obsesi bagi penegak hukum. Hal ini mungkin dirasa penting untuk dapat mengantisipasi serangan-serangan teror di masa depan. Namun, bukan berarti masyarakat juga ikut terobsesi terhadap profil ini dan menyematkan tuduhan pada kelompok masyarakat yang lain.

Melakukan penilaian terhadap orang lain adalah salah satu respon alami dari seorang manusia. Ini seperti sebuah mekanisme pertahanan yang menunjukan dimana posisi kita dan dimana posisi orang-orang disekitar kita. Apakah mereka berbahaya atau tidak. Kecenderungan untuk memasukan orang lain dalam kotak-kotak yang kita buat ini yang kemudian menjadi bermasalah.

Penilaian yang serampangan dan tidak berdasar justru akan menjauhkan kita dengan kelompok masyarakat lain dan membuatnya semakin tidak terkontrol. Oleh karena itu, alih-alih membuat macam-macam profil soal siapa yang menjadi teroris, akan lebih baik jika kita merangkul setiap anggota masyarakat di sekitar kita. Upaya ‘merangkul’ bisa mendekatkan setiap elemen masyarakat yang nantinya secara mandiri dapat melakukan pencegahan terhadap terorisme.

kata teror

Menurut kalian, apakah yang bisa tumbuh dan berkembang itu hanya makhluk hidup saja?

Bagaimana dengan kata-kata?

Kata-kata adalah sesuatu yang berkembang. Bersamaan dengan evolusi yang terjadi pada manusia, hewan, bahkan tumbuhan, kata-kata yang kita gunakan juga ikut berevolusi tidak. Percaya atau tidak, bahwa kata yang kita gunakan sekarang, mungkin berarti lain pada beberapa tahun yang lalu.

Perkembangan kata ini yang kemudian dijelaskan dalam tata Bahasa Indonesia sebagai peyorasi dan ameliorasi. Bagi yang belum tahu dua istilah itu, coba saya segarkan ingatan teman-teman. Peyorasi adalah perubahan makna sebuah kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah dari makna sebelumnya. Sedangkan ameliorasi adalah perubahan makna sebuah kata menjadi lebih baik atau lebih tinggi dari sebelumnya.

Sampai disini coba ingat kembali, apakah ada kata-kata yang maknanya berubah akhir-akhir ini? Atau ada penemuan kata-kata baru?

Masih belum ingat? Coba kita pikirkan kata ‘mantap’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata ‘mantap’ adalah tetap hati, kuat, atau kukuh. Lalu sekarang, kata ‘mantap’ terasa berubah makna menjadi sesuatu yang keren atau hebat. Apalagi jika digabungkan dengan kata ‘betul’, hal ini justru memunculkan kata baru yaitu ‘mantul’.

Tapi, tulisan ini tidak akan mengupas, perubahan kata ‘mantap’ atau istilah-istilah baru yang muncul karena adanya budaya online. Namun, kita akan membahas soal kata ‘terorisme’.

Akhir-akhir ini, apalagi dengan adanya peledakan diri di Sibolga, Sumatera Utara, kata ‘teror’ ini sering kali muncul.  Nah, adakah perubahan makna dari kata tersebut?

Kita bisa melongok kembali ke peristiwa sejarah untuk mendiskusikan kata terorisme ini. Produsen kamus Bahasa Inggris ternama, Merriem-Webster mencatat penggunaan kata teror bermula sejak terjadinya revolusi Perancis. Kata tersebut digunakan dalam Bahasa Inggris untuk merujuk pada Reign of Teror (1793- 1794). Sebuah masa yang terjadi setelah tumbangnya monarki di Perancis dan diberlakukannya hukuman pancung (dengan guillotine) bagi mereka yang menentang revolusi atau pemerintahan saat itu.

Berkaca pada kondisi di Perancis tersebut, kata teror lebih banyak merujuk pada ketakutan yang diciptakan oleh negara. Tekanan yang dilakukan oleh negara kepada lawan politiknya itulah yang kemudian menciptakan teror. Kemudian kata teroris digunakan untuk merujuk pada orang-orang yang memberikan tekanan tersebut. Meskipun Reign of Terror sudah berakhir, orang-orang masih menggunakan kata teroris untuk menyebut orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan menggunakan kekerasan. Hingga tahun 1800an, makna kata itu masih menunjuk subjek negara sebagai pelaku teror.

Hingga pada tahun 1813, Merriem-Webster mencatat adanya perubahan makna dan subjek dari kata teror. Makna kata yang awalnya merujuk pada penggunaan kekerasan oleh negara atau pemerintahan, berubah menjadi kekerasan yang dilakukan oleh mereka yang melawan negara atau pemerintahan. Unsur politik sangat kuat dalam kata tersebut.

Kata teror yang sudah digunakan dalam komunitas berbahasa Inggris itu baru tercatat dalam kamus di sekitar tahun 1840. Merriem-Webster mendefinisikan teror sebagai sesuatu yang lebih umum dan tidak melibatkan politik. ‘A state of intense fear’ atau Teror berarti sebuah kondisi yang penuh ketakutan. Sedangkan terorisme diartikan sebagai penggunaan teror secara sistematis dalam upayanya melakukan kekerasan.

Sejak masuk secara resmi dalam kamus, kata teror ini kemudian banyak digunakan dan berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Dalam sejarah Amerika, kata teror dan terorisme ini juga marak digunakan untuk mengasosiasikan pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Al Capone, seorang Mafia kelas kakap di Negeri Paman Sam di era 1920an.

Pada masa-masa Al Capone itu, Merriem-Webster belum melakukan perubahan terhadap makna kata teror. Mereka masih konsisten untuk memberikan definisi yang umum tanpa melihat unsur politik di dalamnya. Dengan kata lain, mereka masih mendefinisikan kata teror sebagai kata netral.

Penambahan makna terhadap kata teror baru terjadi di tahun 1973. Merriem-webster memberikan makna baru pada kata teror, yaitu ‘violent or destructive acts (such as bombing) committed by groups in order to intimidate a population or government into granting their demands’, ini diartikan tindakan kekerasan atau pengrusakan (seperti pemboman) yang dilakukan oleh kelompok tertentu dengan tujuan mengintimidasi kelompok lain atau pemerintah agar mau menuruti permintaan mereka. Perkembangan makna ini tentu saja merujuk pada kejadian sejarah saat itu.

Lalu bagaiman dengan kata itu di Indonesia, apakah kata teror, terorisme, dan teroris mengalami perubahan?

(diterbitkan di Ruangobrol.id https://www.ruangobrol.id/2019/04/02/fenomena/teror-dalam-sejarah-kata/)